Filsafat Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Filsafat, merupakan alasan mengapa sebuah situasi bisa menghasilkan tanggapan yang berbeda bagi tiap-tiap orang. Filsafat seseorang akan menyaring setiap pengalamana dan setiap informasi yang ia dapatkan.

Tentu jauh hari sebelumnya, Rasul Paulus menekankan kebenaran ini saat dia menasehati jemaat untuk waspada terhadap orang-orang yang “menawan” (atau merusak) diri mereka lewat filsafatnya. Artinya bahwa, filsafat yang salah akan menghasilkan tanggapan yang salah pula dalam menghadapi sebuah situasi, dan hal itu akan berakibat pada seseorang dalam mengambil kesimpulan yang salah mengenai kejadian-kejadian dan informasi dalam hidup ini.

Karena itu, setiap orang Kristen memerlukan sebuah filsafat yang berlandaskan pada Kristus, dan bukan berlandaskan pada ajaran turun-temurun, tipu daya yang sia-sia, atau prinsip-prinsip dunia ini (Wommack Andrew, 2013:1-2). Sebagaimana cara umat Kristen berfilsafat, Rasul Paulus sudah menekankannya dalam kitab Kolose 2:8 yang tertulis:

Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus


Dalam konteks itu, jemaat di Kolose pada saat itu, belajar mengenai Kristus dari Epfras, dan bukan dari Paulus. Dan saat Paulus menulis surat itu (ayat di atas), Paulus pada posisinya belum pernah menginjili mereka dan bertemu muka dengan muka (Kolose 2:1). Jadi, sebelumnya jemaat Kolose belum pernah menerima ajaran Paulus. Sehingga Paulus ingin memastikan pemahaman mereka yang mendalam tentang pengajaran Kristus.

Implikasinya terhadap PAK bahwa Paulus dalam hal ini, mengingatkan setiap orang Kristen untuk berwaspada terhadap segala filsafat agama, dan tradisi yang menekankan usaha manusia yang sesungguhnya sudah terlepas dari Allah dan semua ajaran Kristen yang benar. Sekarang ini salah satu ancaman filsafat yang terbesar terhadap kekristenan yang berdasarkan Alkitab adalah "humanisme sekular".

Paham ini telah menjadi filsafat yang mendasar dan agama yang diterima dalam kebanyakan pendidikan sekular, pemerintahan, dan masyarakat pada umumnya. Paham ini juga merupakan segi pandangan yang tetap dari kebanyakan media berita dan hiburan di seluruh dunia.

Sehingga lewat iman yang cerdas dan berpegang pada keyakinan akan kebenaran ajaran Kristus, maka sejatinya PAK menolak paham-paham yang berbau filsafat humanisme tersebut. Apakah yang diajarkan oleh filsafat humanisme?

Berikut akan diuraikan doktrin dari filsafat humanisme, seperti dikutip melalui penjelasan Alkitab Sabda (YLSA, 2014), yaitu:
  1. Filsafat humanisme mengajar bahwa umat manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang ada hanya terdiri atas zat dan tenaga yang terbentuk secara kebetulan dalam wujudnya yang sekarang
  2. Filsafat humanisme mengajar bahwa manusia tidak diciptakan oleh Allah yang berkepribadian, tetapi adalah hasil suatu proses evolusi yang untung-untunga
  3. Filsafat humanisme mengajar bahwa paham ini menolak kepercayaan kepada Allah yang berkepribadian dan tak terbatas serta menyangkal bahwa Alkitab adalah penyataan yang diilham oleh Allah kepada umat manusia.
  4. Filsafat humanisme mengajar bahwa pengetahuan tidak ada terlepas dari penemuan manusia dan bahwa nalar manusialah yang menentukan etika yang tepat bagi masyarakat, dan dengan demikian menjadikan manusia sebagai otoritas yang tertinggi
  5. Filsafat humanisme berusaha untuk mengubah atau memperbaiki perilaku manusia melalui pendidikan, redistribusi ekonomi, psikologi modern atau hikmat manusia
  6. Filsafat humanisme mengajar bahwa standar moral tidaklah mutlak, melainkan nisbi, ditetapkan oleh apa yang membahagiakan orang, membuatnya senang, atau dianggap baik untuk masyarakat sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditentukan oleh para pemimpinnya; nilai-nilai dan moralitas alkitabiah ditolak.
  7. Filsafat humanisme mengajar bahwa rasa nyaman-diri, kepuasan, dan kesenangan dianggapnya sebagai keuntungan yang tertinggi dalam hidup.
  8. Filsafat humanisme mengajar bahwa manusia harus belajar untuk menanggulangi kematian dan segala kesukaran dalam hidup tanpa percaya kepada atau bergantung pada Allah.

Filsafat humanisme dimulai dengan pekerjaan Iblis dan merupakan perwujudan kebohongan Iblis bahwa manusia dapat menjadi seperti Allah (Kejadian 3:5).

Alkitab menyebut para penganut humanisme sebagai orang yang telah "menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya..." (Roma 1:25).

Sehingga PAK harus berusaha semampunya untuk melindungi siswa mereka dari indoktrinasi humanisme dengan menyingkapkan kesalahan ajaran ini, serta menanam nilai-nilai Iman Kristen yang berporos pada kehidupan dan ajaran Kristus saja. (Roma 1:20-32; 2 Korintus 10:4-5; 2 Timotius 3:1-10; Yudas 1:4-20; lihat. 1 Korintus 1:20; lihat 2 Petrus 2:19). atau (1 Korintus 1:20; 2 Petrus 2:19).

Dengan demikian maka ditegaskan lagi oleh Wommack Andrew (2013) bahwa ajaran filsafat PAK harus menyadari bahwa Allah telah memberikan kepada manusia segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh lewat mengenal dan memiliki hubungan yang intim dengan Yesus Kristus (2 Petrus 1:3-4), tetapi orang Kristen tidak akan mengalami semua itu bila tetap membiarkan dunia menggoda unuk tetap memandang hidup dengan cara pandang yang tidak alkitabiah dan Ilahi.

Dunia ini, bahkan juga gereja, telah di penuhi dengan berbagai macam filsafat dan ajaran kosong serta palsu, juga adat istiadat manusia yang siap menawan orang Kristen sebagai tawanannya. Dan hal-hal tersebut jika dibiarkan terus terjadi, maka akan merampas berkat-berkat yang Yesus telah beli dengan lunas lewat penebusan-Nya di kayu salib.

Karena adat istiadat sekuler maupun agama telah merusak cara berpikir orang Kristen sejati, maka segala sesuatu dalam kehidupan PAK haruslah berporos pada cara berpikir dalam Amsal 23:7 (KJV), yang berbunyi: Sebab seperti yang dipikirkan seseorang dalam hatinya, demikianlah ia ..... 

Berangkat dari pemikiran di atas, dalam kajiannya tentang filsafat agama, Pranata Magdalena (2009) menyatakan bahwa filsafat agama adalah pemikiran reflektif yang mendalam dan kritis terhadap masalah krusial keagamaan dan Iman.

Karena itu, filsafat agama selalu mempelajari konsep serta sistim kepercayaan dalam berbagai agama untuk direfleksikan juga dalam fenomena agama. Dari pengertian ini, maka dalam konteks Kekristenan, pendidikan memiliki dua pusat utama, yaitu pendidikan budaya yang bersifat antroposentris dan pendidikan gereja yang Teosentris. 

Terkait dengan hal itu, pendidikan budaya mengingatkan orang akan nilainya selaku manusia dan potensi-potensinya untuk mencapai sesuatu, yang penekanannya adalah kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu pengetahuan dan estetika ketika orang dikalangan Gereja gagal mencapai karunia-karunia kepada umat manusia itu (Cully Iris, 2011).

Apabila humanisme terlalu mengutamakan aspek-aspek intelektual kehidupan, maka Gereja dalam hal ini PAK bertugas untuk mengaplikasikan “Pendidikan Gereja yang Teosentris”, dengan menegaskan bahwa manusia tidak diselamatkan hanya karena intelektual semata, melainkan pada keseluruhan pribadinya yang dipanggil Allah untuk meresponnya melalui ‘ketaatan’ dan ‘kesetiaan’ kepada Sang pencipta, yakni Allah.

Dengan demikian, pendidikan Gereja yang Teosentris di panggil untuk menegaskan kembali ‘nilai’ setiap manusia yang diciptakan segambar dengan Allah. Dalam pemahamannya bahwa apabila “manusia” menjadi suatu abstraksi, maka Alkitab berkata: “Tuhan engkau menyelidiki dan mengenal aku” (Mazmur 139:1). Sehingga terbentuklah suatu falsafah dalam pandangan tentang manusia sebagai suatu oknum pribadi yang bergantung sepenuhnya kepada Allah.

Maka menjadi jelas adanya terdapat perbedaan yang signifikan antara filsafat Kristen yang berpusat pada pendidikan Teokrasi dengan pendidikan yang pada umumnya berpusat pada budaya yang bersifat antroposentris tersebut.

Jadi, penting untuk dipahami disini, bahwa tiap pendidikan mempunyai pusat utama. Dan pusat berkembangnya pendidikan Kristen adalah yang berpusat melalui diri Allah di dalam Kristus. Sedangkan pusat berkembangnya pendidikan budaya atau antroposentris adalah manusia, yang lebih merupakan fokus penting dalam masyarakat yang humanistis dan sejajar dengan tradisi besar yang berakar pada kebudayaan Yunani klasik, dan memasuki dunia modern melalui renaissance—mengilhami kemajuan baik dalam kesenian maupun dalam ilmu pengetahuan. Dan intinya adalah sumber kebebasan manusia ada pada dirinya sendiri.

Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa Pendidikan Kristen memiliki warna dan nilai-nilai kekristenan. Sehingga untuk memiliki warna yang berbeda, maka pendidikan Kristen terbentuk dari filosofi Kristen yang berdasarkan kepada kebenaran Alkitab.

Kemudian, filosofi inilah yang akan menjadi dasar bagi jalannya sebuah pendidikan Kristen. Dalam kaitannya dengan pembelajaran PAK ini, maka terdapat 5 (lima) pemahaman mendasar yang berhubungan dengan konteks “penciptaan” (Kejadian 1), dan perlu untuk dipahami lebih baik, sehingga dapat di jadikan pedoman untuk memulai praktek penyelenggaraan pendidikan Kristen, yaitu sebagai berikut:

1) Pemahaman tentang Allah
Allah yang diberitakan dalam Alkitab adalah Allah Pencipta segala sesuatunya. Oleh sebab itu, sangatlah tepat jika digunakan kata “Maha” kepada Allah. Karena Dia adalah Allah yang Maha Kuasa, Maha Kasih, Maha Adil, Maha Benar, Maha Tahu, Maha hadir, Maha Kekal, Maha Sempurna, Maha Kudus, dan Maha-Maha lainnya. Di sini manusia dapat mengenal Allah di dalam diri Yesus Kristus, yang merupakan sebuah pribadi yang tak terpisahkan dari Allah Tritunggal, yakni Tuhan yang menjadi manusia. Di dalam dan melalui Yesus Kristus manusia beroleh pendamaian dan keselamatan dari Allah serta mengalami kelahiran baru oleh Roh Kudus.

2) Pemahaman tentang Manusia
Ciptaan yang Unik dan Istimewa—di sini manusia merupakan salah satu ciptaan Allah yang unik dan istimewa. Dikatakan unik dan istimewa, karena manusia merupakan ciptaan yang mendapat hak istimewa dari Allah untuk dapat menikmati hubungan yang intim denganNya. Bahkan pada awal penciptaan pun, bila diadakan tingkatan (ordo), maka manusia berada pada satu tingkat atau posisi di bawah Allah. Hal yang berikut, bahwa manusia itu diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, yang merupakan cerminan dan pantulan dari Allah. Hanya manusia yang Allah berikan kemampuan serta kapasitas untuk mendapatkan: anugerah Allah, mengenal Allah, berpikir, merasakan, berkreatifitas, dan lain-lain. Disamping itu, setiap manusia juga Allah ciptakan dengan unik, dalam artian bahwa Allah menciptakan manusia dengan kemampuan-kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang telah Allah tetapkan sebelumnya. Dengan demikian maka tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah, Sang Pencipta.

Ciptaan yang telah Berdosa—bahwa ketika manusia pertama kali diciptakan, manusia memiliki hubungan yang sangat baik dengan Allah. Manusia juga diberikan hak untuk memilih yang baik dan yang benar, hal ini membuat manusia memiliki kebebasan untuk dapat berbuat dosa dan tidak dapat berbuat dosa. Namun, hubungan yang sangat baik dengan Allah tersebut menjadi rusak karena manusia lebih memilih untuk berbuat dosa, melawan, dan memberontak kepada Allah. Sejak saat itu manusia memiliki natur yang menjadi sifat manusia, yaitu: kecenderungan untuk berbuat dosa. Semua manusia terpolusi oleh dosa. Semua hubungan yang terbina dengan baik menjadi rusak. Manusia menjadi berdosa, bahkan jika digambarkan secara tingkatannya, maka posisi manusia telah jatuh ke tingkatan atau posisi yang paling bawah. Manusia berada di bawah malaikat, iblis, bahkan alam. Manusia menjadi kehilangan kemuliaan Allah. Manusia menjadi egois, materialistis, hedonis, dan jauh terpisahkan dari Allah.

Ciptaan yang di Tebus—dengan maksud bahwa, karena Allah sangat mengasihi manusia, maka Dia tidak membiarkan milik-Nya yang paling berharga terus hidup dalam kegelapan dosa. Allah yang penuh kasih, kerelaan, dan pengorbanan telah memberikan AnakNya yang tunggal Yesus Kristus untuk menebus, mendamaikan, dan menyelematkan manusia. Disini Allah telah mengembalikan tingkatan atau posisi (reposisi) manusia ke pada posisi semula. Tentu saja, bahwa barang siapa percaya Yesus adalah Tuhan dan Juru selamat, maka ia akan mengalami kelahiran baru. Meskipun demikian manusia yang telah ditebus tetap hidup atau tinggal di dalam dunia yang penuh dosa, oleh sebab itu, manusia harus tetap berjuang melawan dosa dan tetap bergantung penuh kepada kuasa, kasih, dan anugerah Allah.

3) Tentang Alam Semesta
Alam merupakan ciptaan Allah, yang artinya Allah menciptakan alam dengan teratur dan seimbang sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah Allah ciptakan. Alam diciptakan untuk kelangsungan hidup manusia. Karena itu manusia harus tetap menjaga dan memelihara alam ciptaan Allah. Apalagi ketika manusia berdosa, alam pun ikut terpolusi oleh dosa. Hubungan antara manusia dan alam pun menjadi rusak. Namun, hingga sekarang Allah tetap memelihara kelanjutan ciptaan-Nya. Allah tidak menciptakan alam lalu meninggalkannya begitu saja tapi Allah masih dan tetap berperan dalam alam ini.

4) Tentang Kebenaran
Semua kebenaran yang ada adalah bersumber dari kebenaran Allah, Karena Allah Sang pemberi kebenaran yang sejati. Sumber dari kebenaran Allah adalah Firman Allah yang tercantum dalam Alkitab. Seluruh kebenaran dunia harus diuji oleh kebenaran Allah. Manusia sangatlah sulit memahami kebenaran yang benar-benar benar kecuali ia mau bersunguh-sungguh berjuang memahaminya dan meminta Allah untuk mengaruniakan pemahaman kepada manusia. Kebenaran yang benar-benar benar dapat digunakan untuk memuliakan nama Allah dan peningkatan kualitas hidup manusia.

5) Tentang Etika
Bagi seorang Kristen, standar etika yang digunakan adalah Firman Allah. Nilai-nilai etika yang benar untuk setiap tindakan harus berdasarkan kepada Firman Allah dan karakter Yesus Kristus. Dalam etika Kristen dikembangkan norma-norma yang bertujuan untuk mengoptimalkan karakter Yesus dalam hidup seorang Kristen. Etika Kristen juga mengembangkan sikap “dalam hal-hal prinsip atau pokok agar terdapat kesatuan, dalam hal-hal yang tidak prinsip atau pokok biarlah ada kebebasan, dan dalam segala hal dan perkara biarlah terdapat kasih. Karena itu etika pelayan Kristen, haruslah bertumpu pada pemahaman yang benar tentang panggilan pelayanan.

Berdasarkan 5 (lima) pemahaman di atas, maka dapat dihubungkan dengan praktek penyelenggaraan PAK di sekolah, khususnya dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1) Sifat Dasar Siswa
Siswa adalah juga manusia berdosa yang butuh penebusan dan pendamaian dari Allah. Oleh sebab itu siswa harus terlebih dahulu dibimbing untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan kelahiran baru. Dengan kelahiran baru, siswa akan lebih mudah–walaupun tetap dengan perjuangan dan anugerah Tuhan untuk mengetahui, memahami, dan menerapkan kebenaran yang sebenarnya (kebenaran Allah). Siswa diciptakan Tuhan dengan sangat unik dan istimewa, sehingga setiap siswa berbeda-beda, karena setiap siswa memiliki kemampuan, kecerdasan, bakat, minat, dan gaya belajar yang berbeda dengan yang lainnya.

2) Peran Guru
Integritas seorang pelayan Kristen, tidaklah sederhana atau otomatis. Standar kesempurnaan moral pelayan, dalam hal ini guru PAK adalah integritasnya itu sendiri. Sebab setiap pelayan Kristen, harus bertanya pada dirinya sendiri, “Siapa yang kulayani, Kristus atau jemaat/siswa? Atau dengan rumusan lainnya, Apakah dengan melayani jemaat/siswa, aku melayani Kristus?”. Membangun pelayanan berdasarkan integritas, selalu mensyaratkan bahwa pemahaman tentang panggilan pelayan dan konsep pelayanannya itu alkitabiah, etis, dan serupa dengan Kristus (Christlike). Karena itu, prasyarat pelayanan yang etis, adalah pemahaman yang jelas tentang panggilan pelayan (Trull Joe & James Carter, 2012:17-19).

Dengan pemahaman di atas, maka peran guru PAK akan merajuk pada asas bahwa guru adalah manusia berdosa, oleh sebab itu guru harus terlebih dahulu mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan kelahiran baru. Setelah itu barulah dia dapat melakukan peran sebagai guru PAK. 

Adapun peran sebagai guru Kristen, antara lain:

Pembimbing, yaitu seorang guru PAK harus membimbing siswa untuk dapat mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan kelahiran baru. Guru Kristen harus membimbing siswa untuk mengenal Allah dalam setiap kegiatan pembelajaran dan memuliakan Allah. Guru Kristen juga harus dapat membimbing siswa untuk memahami kebenaran yang sejati, serta membimbing mereka kepada tujuan utama, yakni hidup di dunia dengan menjadikan Alkitab sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan.

Pelatih, di sini guru PAK harus dapat berperan sebagai pelatih. Ia harus dapat melatih siswa untuk terus bergantung penuh kepada Allah dalam kehidupan yang penuh dengan dosa. Guru Kristen harus melatih siswa untuk menemukan dan memahami kebenaran yang sejati (kebenaran dalam Kristus), serta bersaksi tentang kebenaran tersebut. Selain itu, guru Kristen harus melatih siswa bagaimana ia dapat berjuang untuk tetap hidup di dalam Yesus Kristus di tengah dunia yang penuh dengan dosa.

Perancang, yang dalam hal ini, seorang guru PAK harus dapat berperan sebagai perancang, seperti misalnya arsitek. Dimana Guru Kristen harus merencanakan kurikulum dengan baik dan terarah yang berdasarkan kebenaran Alkitab. Guru Kristen harus membuat perencanaan yang baik dalam pembelajaran. Setelah merencanakan, guru Kristen juga harus dapat melakukan perencanaan itu.

Teladan, yaitu guru PAK harus menjadi teladan yang baik bagi para siswanya. Seorang siswa terutama yang masih kecil adalah seorang yang mudah percaya, sekaligus mudah disesatkan oleh sebuah ajaran yang salah. Karena itu, harus berhati-hati dalam membimbing dan mengajarkan para siswa. Dalam hal ini, harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan belajar siswa, sesuai dengan fase perkembangannya (usia, lingkungan, karakter pertumbuhannya dan lain-lain). Karena Siswa akan mudah menyerap contoh atau teladan yang dilihatnya. Oleh sebab itu guru Kristen harus dapat berperan sebagai teladan (role model) bagi para siswanya dalam segala hal (perkataan, pikiran, perbuatan, iman, dan lain-lain).

Mitra kerja Allah, bahwa sebagai mitra Allah, maka seorang guru PAK juga harus menyadari bahwa dirinya adalah rekan kerja Allah dalam mengajar dan mendidik para siswa. Guru Kristen harus menyadari hak mengajar dan mendidik yang telah diberikan oleh Allah, sehingga dia harus bertanggung jawab kepada Allah. Guru Kristen harus berusaha dengan sungguh-sungguh mengajar dan mendidik para siswanya tapi dia juga harus menyadari bahwa segala sesuatunya adalah milik dan pemberian Allahlah. Oleh sebab itu, dia juga harus berdoa, bekerja sungguh-sungguh, dan menjalin kerja sama yang baik dengan Allah.

3) Penekanan Kurikulum
Kurikulum bertindak sebagai desain atau blue print dari proses pembelajaran dan keseluruhan kegiatan dalam lingkup pendidikan. Karena itu, harus dibuat sedemikian rupa agar dapat diwarnai oleh nilai-nilai Kristen. Kurikulum juga harus dapat melakukan integrasi antara Firman Allah sebagai kebenaran dengan ilmu dan pengetahuan yang diajarkan. Berikut ini adalah beberapa mandat yang harus diperhatikan:
  1. Mandat penyembahan, bahwa segala sesuatu termasuk manusia Allah ciptakan untuk dapat memuliakan-Nya dalam roh dan kebenaran. Oleh sebab itu segala bentuk pembelajaran atau pendidikan tujuan akhirnya harus dapat membawa siswa memuliakan Allah sebagai pencipta segala sesuatu yang berpusat kepada Kristus.
  2. Mandat penciptaan, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan baik dan memelihara kelanjutan ciptaanNYa. Allah juga memberi tanggung jawab kepada manusia untuk memelihara ciptaanNya. Oleh sebab itu proses pembelajaran dan pendidikan harus mencantumkan tanggung jawab manusia untuk memelihara ciptaan Allah.
  3. Mandat Kasih, bahwa sebelum manusia berdosa, hubungan antara Allah dengan manusia dan hubungan manusia dengan manusia terjalin dengan sangat baik. Dan ketika manusia jatuh ke dalam dosa pun, Allah tetap mengasihi manusia, melalui kasih Anak-Nya Yesus Kristus. Oleh sebab itu, proses pembelajaran dan pendidikan harus mengembangkan sikap mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia.
  4. Mandat Kesaksian, yaitu ketika seorang Kristen di tebus, didamaikan, dan diselamatkan, ia harus mengalami pengalaman yang menakjubkan. Ketika dia menjalani kehidupan sebagai seorang Kristen, ia juga mengalami tuntunan dan penyertaan Allah dalam menjalani kehidupan yang penuh dosa. Seorang Kristen, yang atas anugerah Allah itu, harus juga selalu memahami kebenaran yang sejati di dalam Kristus. Oleh sebab itu, proses pembelajaran dan pendidikan harus dapat memberikan kesaksian kepada dunia yang penuh dengan dosa tentang kebenaran yang sejati didalam Yesus Kristus. Tentu saja, agar melalui kesaksian itu, maka banyak jiwa dimenangkan.

4) Metode Pembelajaran
Dalam pemahamannya tentang diri siswa sebagai manusia yang terdiri dari berbagai ciri dan kemampuannya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, maka metodologi pembelajaran yang digunakan harus dapat mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 

Jadi, metode pembelajaran digunakan tidak hanya untuk mencapai segi kognitif saja, tidak hanya memberikan pengetahuan saja, tetapi juga mengajarkan dan mengoptimalkan aspek sikap dan keterampilan siswa, tetapi juga membuat siswa tidak hanya memiliki pengetahuan tapi juga memiliki keterampilan-keterampilan dalam menjalani kehidupan di dunia. Selain itu, metodologi pembelajaran juga harus dapat membawa siswa untuk memuliakan Allah.

5) Fungsi Sosial Sekolah
Dalam hal ini PAK di lingkup sekolah harus dapat menjadi dan membentuk komunitas alternatif bagi masyarakat disekelilingnya. Ajaran Kristen harus menjadi terang dan garam bagi sekelilingnya. Di sekolah kristen harus di tanamkan dan dikembangkan nilai-nilai Kristen, sehingga masyarakat sekitar dapat melihat perbedaan yang ada dan mereka menjadi tertarik dan percaya kepada Yesus.

Individu-individu dari sekolah Kristen harus dapat membentuk dan memengaruhi masyarakat, dan bukan sebaliknya. Sekolah Kristen harus membentuk dan memengaruhi masyarakat dengan tindakan-tindakan yang nyata. Tindakan-tindakan yang nyata ini dapat berupa kegiatan sosial kepada masyarakat sekelilingnya maupun dengan teladan yang diberikan oleh individu-individu sekolah Kristen ketika mereka bermasyarakat.

Demikian sedikitnya gambaran filosofi dan praktek PAK di sekolah. Singkatnya mendidik dapat diumpamakan seperti menabur benih. Pendidikan Kristen tentunya harus menabur benih-benih yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Dimana menjadi seorang penabur butuh kerja keras, perencanaan yang matang, proses yang panjang, kesabaran, dan lain-lainnya. Di sadari pula bahwa hasil yang diperoleh dari pendidikan tidaklah secepat kilat, tapi Allah akan turut berperan dalam pertumbuhan benih yang ditaburkan itu.

Oleh: Abdy Busthan
Share on Google Plus

Tentang Abdy Busthan

Abdy Busthan, S.Pd., M.Pd., M.Fil., adalah Dosen dan Teknolog Pembelajaran. Pembina dan Peneliti di Jurnal Ilmiah Flobamora Science. Dibesarkan di kota Nabire, Papua.Tempat tinggal di kota Kupang NTT. Lulus pendidikan S-1 dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat (cumlaude), hanya dengan waktu 3 tahun, yaitu di FKIP IPTH Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Pendidikan S-2 pada Magister Teknologi Pendidikan, dengan mengambil konsentrasi ilmu Teknologi Pembelajaran dan Magister Filsafat.

1 komentar:

  1. Tulisannya sangat bermanfaat, menambah wawasan. Terima Kaasih kk. Tuhan Yesus Memberkati Selalu dalam Pelayanan

    ReplyDelete