Taksonomi Bloom



Taksonomi tujuan pendidikan yang di susun oleh Bloom dkk, merupakan sebuah kerangka untuk mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan tentang apa yang diharapkan agar bisa dipelajari siswa. Pada awalnya kerangka tersebut disusun dengan maksud untuk memfasilitasi pertukaran soal-soal tes antar fakultas pada berbagai universitas untuk menciptakan bank soal (penyimpan soal)—masing-masing untuk mengukur tujuan pendidikan yang sama.

Tetapi terlepas dari itu, taksonomi Bloom merujuk juga pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dilakukan oleh Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan di bagi menjadi beberapa domain (ranah atau kawasan) dan setiap domain tersebut di bagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. 


Tujuan pendidikan dalam taksonomi Bloom di bagi ke dalam tiga domain, yaitu:

(1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Ranah ini terdiri dari perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Kawasan Kognitif adalah kawasan yang lebih membahas tujuan pembelajaran dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni evaluasi. Kawasan kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu: 
  1. Tingkat pengetahuan (knowledge), merupakan kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat kembali serta dengan mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan kembali tentang ciri khas PAK, yang sudah dipelajarinya.
  2. Pemahaman (comprehension), merupakan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan dengan kata-katanya sendiri tentang perbedaan antara dosa dan kasih Kristus 
  3. Tingkat penerapan (application), merupakan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam menyelesaikan persoalam yang muncul dalam realitas kehidupan sehari-hari. Contoh: siswa dapat menerapkan ajaran tentang kasih Kristus seperti dalam menolong orang tua, membantu teman yang sedang susah, dan berbagai macam perbuatan kasih lainnnya 
  4. Tingkat analisis (analysis), adalah kemampuan untuk membagi serta menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, dengan merinci, dan mengaitkan hasil rinciannya. Contoh: siswa dapat menentukan hubungan berbagai variabel dalam mata pelajaran PAK, seperti buah-buah roh kuliah, dll 
  5. Tingkat sintetis (synthetis), diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada. Contoh: siswa dapat menyusun rencana atau usulan pembelajaran dalam bidang yang diminati pada mata pelajaran PAK 
  6. Tingkat evaluasi (evaluation), bagaimana membuat penilaian nilai (value) dari pekerjaan siswa untuk memenuhi tujuan pembelajaran yang diinginkan. Contoh: dalam pelajaran PAK, siswa di minta untuk melukiskan gambar tokoh Alkitab Abraham, yang terlihat kurang baik dan tidak teratur

(2) Affective Domain (Ranah Afektif)
Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Sebenarnya, ranah afektif ini kurang mendapat perhatian pada saat itu namun dirumuskan Bloom, Krathwohl, dan Masia tahun 1964 sebagai sesuatu yang berkenaan dengan nilai atau value


Ranah afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, niai, penghargaan, semangat, motivasi, dan sikap. Kawasan afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest, apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afektif ini ada 5, yaitu:
  1. Receiving (Penerimaan)—kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar music, atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda. 
  2. Responding (Tanggapan)—kemauan menanggapi, berarti kegiatan 
  3. yang menunjuk pada partisipasi aktif kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain.
  4. Valuing (Penghargaan)—berkeyakinan, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.
  5. Organization (Pengorganisasian)—atau penerapan karya, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
  6. Internalizing values (Karakterisasi berdasarkan nilai-nilai)—ketekunan dan ketelitian, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.

(3) Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Domain psikomotor (Simpson, 1972) mencakup gerakan dan koordinasi jasmani dan pendayagunaan beragam kecakapan motorik. Pengembangan kecakapan-kecakapan tersebut memerlukan adanya latihan yang dapat diukur perkembangannya dilihat dari sudut kecepatan, ketepatan, jarak, tata cara, atau teknik pelaksanaan.

Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang dan mengoperasikan mesin. Ranah psikomotor tidak dilanjutkan kajiannya oleh Bloom, tapi oleh ahli-ahli lain berdasarkan domain yang dibuat oleh Bloom. Kawasan psikomotor berkaitan dengan ketrampilan atau skill yang bersikap manual atau motorik. Tingkatan psikomotor ini meliputi:

  1. Perception—Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan. Contoh: mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang
  2. Set (kesiapan)—Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu kegiatan atau set termasuk di dalamnya metal set atau kesiapan mental, physical set (kesiapan fisik) atau (emotional set) kesiapan emosi perasaan untuk melakukan suatu tindakan
  3. Mechanism (mekanisme)—Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu kemahiran. Contoh: menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas.
  4. Guided response (respon terpimpin)—Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-coba (trial and error).
  5. Complex overt response (respon tampak yang kompleks)—Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga. Contoh: tampilan menyetir kendaran bermotor.
  6. Adaptation (penyesuaian)—Adaptasi, berkenaan dengan ketrampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Contoh: orang yang bermain tenis, pola-pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan permainan lawan.
  7. Origination (penciptaan)—Organisasi, berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu, biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai ketrampilan tinggi, seperti menciptakan model pakaian, menciptakan tarian, komposisi musik (Uno, 2008).

Kelebihan & Kekurangan Taksonomi Bloom
Kekuatan terbesar taksonomi Bloom adalah mengangkat topik yang sangat penting mengenai proses berpikir dan menempatkan sebuah struktur di seputar topik tersebut yang bermanfaat bagi para praktisi. Banyak guru memiliki pertanyaan seputar belajar dan cara mengajar untuk menghubungkannya dengan berbagai tingkat dari taksonomi yang dibuat oleh Bloom, dan dapat dipastikan berdampak positif bagi guru-guru dalam mengajar, khususnya dalam mendorong terwujudnya kemampuan berpikir dengan tingkat keteraturan yang lebih tinggi (berpikir pada level tertinggi)—terutama jika dibandingkan dengan para guru lainnya yang tidak memiliki alat bantu apapun.

Kelemahannya, bahwa pada konteks lainnya, taksonomi Bloom, hanya terdapat sedikit kesepakatan tentang pemaknaan sesungguhnya dari analisis atau evaluasi. Di samping itu, ada juga proyek yang bersifat otentik, yang tidak dapat dipetakan ke dalam taksonomi, dan pada akhirnya mengurangi potensinya sebagai sebuah kesempatan belajar.


Oleh: Abdy Busthan
Share on Google Plus

Tentang Abdy Busthan

Abdy Busthan, S.Pd., M.Pd., M.Fil., adalah Dosen dan Teknolog Pembelajaran. Pembina dan Peneliti di Jurnal Ilmiah Flobamora Science. Dibesarkan di kota Nabire, Papua.Tempat tinggal di kota Kupang NTT. Lulus pendidikan S-1 dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat (cumlaude), hanya dengan waktu 3 tahun, yaitu di FKIP IPTH Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Pendidikan S-2 pada Magister Teknologi Pendidikan, dengan mengambil konsentrasi ilmu Teknologi Pembelajaran dan Magister Filsafat.

0 komentar:

Post a Comment