Pengertian dan Substansi Bahasa Indonesia

9581ca229f514967e09b859e57648d1b

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bahasa yang digunakan sebagai bahasa nasional, adalah “bahasa Indonesia”. Hal ini merujuk pada ikrar Sumpah Pemuda pada tahun 1928, butir ketiga, dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, dan juga merujuk pada Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan) pada pasal 36 yang menyatakan: “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa Melayu yang penggunaannya diresmikan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. 


Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu, dimana sejak abad ke-19, dasar yang digunakan adalah bahasa Melayu Riau, yang sekarang merupakan wilayah Kepulauan Riau. 

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia akhirnya mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja pada lingkungan administrasi kolonial Belanda dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.

Penamaan "Bahasa Indonesia", dicanangkan ketika hari Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928, dengan tujuan untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan (Asmadi T. D, 2010). 

Proses ini menyebabkan berbedanya bahasa Indonesia sekarang ini dengan varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau, maupun Semenanjung Malaya. Dan hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

1. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedudukan bahasa Indonesia dapatlah diperoleh berdasarkan pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang berkaitan erat dengan perkembangan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, terdapat dua kedudukan atau fungsi utama bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Seminar politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan pada bulan Februari 1975, Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 memutuskan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia berada di atas bahasa-bahasa daerah. 
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut: 

  1. Lambang kebanggaan Nasional. Sebagai lambang kebanggaan Nasional, bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya
  2. Lambang Identitas Nasional. Bahasa sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia.
  3. Alat pemersatu masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya. Dengan fungsi ini, memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama.
  4. Alat penghubung antar budaya-daerah. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, akan mudah diinformasikan kepada warga negara. Apabila arus informasi antarmanusia semakin meningkat, berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat, berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
b. Bahasa Negara (bahasa resmi NKRI)
Dalam hasil perumusan seminar politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975, dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

  1. Bahasa resmi kenegaraan. Bukti kuat bahwa bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai dengan saat itu, bahasa Indonesia digunakan dalam segala upacara, peristiwa serta kegiatan kenegaraan.
  2. Bahasa pengantar resmi pada lembaga pendidikan. Bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar, materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia.
  3. Bahasa resmi perhubungan tingkat nasional. Bahasa Indonesia adalah untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Dalam hal ini bahasa Indonesia digunakan dalam hubungan antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.
  4. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Keragaman kebudayaan Indonesia berasal dari keanekaragaman suku, bahasa, dan budaya yang ada di Negara Indonesia. Dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. 
2. Dialek & Ragam Bahasa
Bahasa Indonesia berkembang dengan dua bentuk varian, yaitu 1) varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek; dan 2) varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.

a. Dialek
Menurut Busthan Abdy (2017:26) berdasarkan dialegnya, bahasa Indonesia dapat  dibedakan atas empat bentuk dialeg berikut ini:

  1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga dapat membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain. Meski semuanya berasal dari eka bahasa, namun masing-masing daerah memiliki dialeg yang berbeda-beda. Misalnya: bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan, dll.
  2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contoh: dialek wanita, dialek remaja, dialek anak.
  3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
  4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri khas bahasa seseorang. Sekalipun semua orang dapat berbahasa Indonesia, namun setiap individu, masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan penggunaan “kata”.
b. Ragam Bahasa
Ragam bahasa dapat diartikan sebagai variasi bahasa berdasarkan pemakaiannya, topik yang dibicarakan, hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium pembicaraannya. Berikut ragam bahasa yang umum dikenal. 
Beberapa bentuk ragam bahasa adalah sebagai berikut. 

Ragam daerah atau dialek. Ragam patokan daerah, lazim dikenal dengan dialek atau logat. Ragam ini digunakan sekelompok masyarakat dari suatu wilayah atau daerah tertentu. Misalnya dialek Medan, Jawa, Sunda, dan Aceh.

Ragam sosiolek. Ragam sosiolek adalah ragam bahasa yang mencerminkan pribadi sosial pengguna bahasa. Seorang yang berpendidikan tinggi tentu saja berbeda ragam dalam pemakaian bahasa dengan orang yang berpendidikan rendah. Begitu juga jika kita membandingkan bahasa yang digunakan oleh para pekerja pelabuhan dan calo di terminal. Bahasa yang digunakan oleh cerdik pandai umumnya lebih bagus dan piawai. Mereka yang pernah mengecap pendidikan dapat membedakan pengucapan kata-kata seperti: folio, film, apotek, dan fitnah. Mereka dapat menganalisis kebenaran sesuai dengan konteks kalimat atau kebakuan kata. Folio sebagai jenis kertas atau polio yang merupakan jenis penyakit sesuai dengan konteks kalimat yang diinginkan. Demikian juga kata film adalah jenis kata yang baku bukan filem. Begitu juga kata apotek, termasuk kata baku, karena toko obat disebut sebagai apoteker bukan apotiker. Sedangkan mereka yang tidak pernah belajar bahasa akan semena-mena mengucapkan kata-kata seperti: pilem/pilm, pitnah dan lain-lain (Yamilah dan Samsoerizal, 1994).

Ragam fungsiolek. Ragam berdasarkan sikap penutur, mencakup daya ucap secara khas. Ragam ini digunakan antara lain dalam kegiatan: kesehatan, susastra, olahraga, jurnalistik, lingkungan, dan dalam karya ilmiah. Setiap bidang tersebut menampakkan ciri tersendiri dalam pengungkapannya.

Ragam lisan dan tulis. Berdasarkan pada ragam penggunaannya, bahasa dapat di bagi menjadi ragam lisan dan tulisan. Ragam lisan memiliki ciri seperti: 1) Memanfaatkan alat ucap dengan bantuan intonasi, mimik, dan gerak-gerik anggota tubuh; 2) Komunikasi berlangsung secara tatap muka. Ragam bahasa lisan, dalam kegiatan sehari-hari terwujud melalui: Ragam percakapan; Ragam pidato; dan Ragam kuliah. Ragam bahasa tulis ciri-ciri seperti: 1) Menggunakan ejaan dalam penyampaian informasi; 2) Komunikasi berlangsung secara non tatap muka. Ragam bahasa tulis dapat dilihat pada penggunaan: ragam teknis; ragam undang-undang; ragam catatan; ragam surat-menyurat.

Ragam baku dan tidak baku. Ragam bahasa baku (standar) memiliki sifat; kemantapan, dinamis, kecendikiaan, dan keseragaman. Ragam baku adalah ragam (konvensional) yang telah disepakati bersama dan terkumpul dalam Tata Bahasa Baku.

Tulisan di atas dikutip dari
Judul: Pembelajaran Dasar Bahasa Indonesia (Halaman 22-28)
Tahun Terbit: 2017
Penulis: Abdy Busthan, S.Pd., M.Pd
Penerbit: Desna Life Ministry
Kota: Kupang
Share on Google Plus

Tentang Abdy Busthan

Abdy Busthan, S.Pd., M.Pd., M.Fil., adalah Dosen dan Teknolog Pembelajaran. Pembina dan Peneliti di Jurnal Ilmiah Flobamora Science. Dibesarkan di kota Nabire, Papua.Tempat tinggal di kota Kupang NTT. Lulus pendidikan S-1 dengan predikat lulusan terbaik dan tercepat (cumlaude), hanya dengan waktu 3 tahun, yaitu di FKIP IPTH Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Pendidikan S-2 pada Magister Teknologi Pendidikan, dengan mengambil konsentrasi ilmu Teknologi Pembelajaran dan Magister Filsafat.

0 komentar:

Post a Comment